“Darah Nyai: Ketika Laut dan Perempuan Menuntut Balas”
Darah Nyai
INVENTIF – Ada aroma asin laut yang menguar dari layar ketika Darah Nyai memulai tarian kematiannya. Ombak menghantam bukan sekadar karang, tetapi nurani—menggoreskan luka pada tubuh perempuan, pada tubuh bumi, pada tubuh laut yang diam-diam menyimpan dendam.
Yusron Fuadi, bersama pena beracun Azzam Firullah dan Hikmat Darmawan, mengiris layar lebar seperti pisau jagal yang dingin. Darah di sini bukan sekadar efek khusus; ia adalah metafora yang menetes dari sejarah panjang kekerasan—feminisida yang dibungkus adat, perdagangan manusia yang disembunyikan di balik lampu pelabuhan, dan kerusakan alam yang diteriakkan ombak, namun jarang didengar daratan.
Dalam balutan warna kontras dan kekerasan visual yang mengingatkan pada film B era 90-an, Darah Nyai menolak riasan horor murahan. Ia memilih menjadi luka terbuka: kasar, basah, dan tak memberi ruang bagi penonton untuk sekadar “menikmati” ketakutan. Setiap frame seperti lukisan yang direndam darah dan garam, membawa kita ke persimpangan antara mitos Nyai Roro Kidul dan realitas sosial yang lebih menyeramkan daripada hantu.
Para pemerannya—Violla Georgie yang rapuh sekaligus menyala, Jessica Katharina yang dingin, Rory Asyari yang menyimpan rahasia—menjadi wajah-wajah yang menghidupkan teror. Tapi teror terbesar justru datang dari narasi: bahwa laut pun bisa murka, bahwa perempuan yang disakiti akan kembali bukan sebagai korban, melainkan sebagai hakim.
Yang membuatnya berbeda adalah keberanian distribusi: ia tidak hanya berlabuh di Jakarta atau kota besar, tetapi menjangkau Karawang, Probolinggo, Poso—tempat-tempat di mana cerita rakyat dan luka sosial kerap bersilang di bawah cahaya redup layar tancap.
Darah Nyai bukan hanya horor. Ia adalah elegi dan ancaman. Elegi bagi laut yang dikhianati, ancaman bagi dunia yang terus memuja patriarki sambil menenggelamkan suaranya sendiri. Saat kredit akhir bergulir, yang tertinggal bukan hanya gambar, tetapi rasa asin di lidah dan pertanyaan di kepala: ketika alam dan perempuan bersatu untuk membalas, siapkah manusia menerima vonisnya? (NMC)