“Pengin Hijrah” — Dakwah, Diplomasi, dan Drama yang Kurang Greget

0

 

INVENTIF – Ingat, hijrah itu bukan melulu persoalan penampilan luar saja. Ketika seseorang memutuskan untuk berhijrah maka yang perlu diperhatikan pertama kali adalah niat, bukan tampilan luar.

Namun yang lebih penting mengawali hijrah itu meluruskan niat. Untuk apa kita berhijrah?

Film “Pengin Hijrah” yang dijadwalkan tayang pada 30 Oktober 2025 tampaknya tidak hanya ingin menjadi tontonan religi biasa. Ya, di bawah tangan produser Rendy Gunawan dan sutradara Jastis Arimba, film ini mencoba menjadi banyak hal sekaligus: kisah spiritual, roman lintas budaya, dan bahkan medium diplomasi pariwisata antara Belitung dan Uzbekistan. Ambisi itu menarik—tapi juga berisiko membuat film ini kehilangan fokus utamanya: bercerita dengan jujur.

Dari sisi cerita, “Pengin Hijrah” mengikuti perjalanan Alina (Steffi Zamora), seorang selebgram yang hidupnya berputar di antara sorotan dan kehampaan. Hidupnya tampak “mudah”—punya pacar suportif bernama Jo, karier yang melesat, dan gaya hidup urban yang serba cepat. Tapi ketika suara hati mulai bertanya tentang makna hidup, film pun menempuh jalan hijrah, secara spiritual dan geografis: dari Bogor dan Belitung menuju Bukhara di Uzbekistan.

Skenario film ini mencoba menjahit dua dunia yang kontras: eksotika pantai tropis Indonesia dan kemegahan situs-situs Islam Asia Tengah. Visual ini memang cantik—mungkin akan jadi kartu pos bergerak yang menggoda industri pariwisata. Namun, di balik kemolekan sinematografinya, “Pengin Hijrah” kerap terasa seperti brosur promosi wisata yang disamarkan menjadi kisah cinta.

Ketika karakter Alina dan Omar (Endy Arfian) mulai menumbuhkan hubungan emosional, penonton justru dibawa berputar-putar di antara adegan testimoni pariwisata halal dan wacana geopark UNESCO.

Di sinilah film ini menarik untuk dikritisi. Upaya menggabungkan dakwah dengan diplomasi adalah langkah cerdas—bahkan progresif. Tapi cara penyampaiannya yang terlalu eksplisit membuat “Pengin Hijrah” terasa lebih seperti proyek kolaborasi kementerian ketimbang karya sinema. Tidak salah tentu, tapi terasa kaku. Pesan moralnya, alih-alih mengalir, justru disampaikan dengan suara toa yang bergaung terlalu keras.

Namun, tak adil jika hanya melihat kekurangannya. Film ini patut diapresiasi karena keberaniannya menembus batas produksi: pengambilan gambar di dua negara, menghadirkan aktor lokal Uzbekistan seperti Temur Mirzaev dan Adolat Kimsanova, serta penggarapan lintas bahasa yang tidak main-main. Kolaborasi ini menandai langkah baru dalam sinema religi Indonesia yang biasanya terlalu lokal.

Steffi Zamora tampil cukup meyakinkan sebagai Alina yang gamang di antara dunia digital dan spiritual. Sementara Endy Arfian menghadirkan sosok Omar dengan ketenangan yang menyejukkan, meski chemistry mereka sesekali terasa seperti surat dinas antarnegara: formal, sopan, tapi kurang getar rasa. Bahasa gaulnya, pada tampil ketuaan!

Dari sisi penyutradaraan, Jastis Arimba tampak berusaha menjaga keseimbangan antara pesan moral dan keindahan visual. Namun, di beberapa bagian, ia terjebak dalam ambisi visual—adegan-adegan di Uzbekistan terasa panjang, indah, tapi hampa. Film ini mungkin akan lebih hidup jika memberi ruang lebih banyak untuk konflik batin tokohnya ketimbang memamerkan lanskap eksotik.

Secara keseluruhan, “Pengin Hijrah” adalah film yang berani tapi belum sepenuhnya berhasil. Ia ingin menjadi jembatan antara dakwah dan diplomasi, tapi sering kali justru berdiri di tengah jembatan itu, ragu melangkah ke arah mana. Namun, jika dilihat dari sisi niat dan eksekusi teknis, film ini menunjukkan bahwa sinema religi Indonesia mulai berpikir global—sebuah tanda kematangan yang patut dicatat.

“Pengin Hijrah” adalah film religi dengan visi besar namun beban narasi yang berat. Ia memotret keindahan iman dan geopolitik dengan kamera yang jernih, tapi lupa memberi napas pada tokohnya. Sebuah karya yang menginspirasi—meski kadang terasa seperti seminar lintas budaya dengan tiket bioskop.

Sebuah keberanian yang patut diacungi jempol, meski tetap dengan tanya,”Di film itu hakekat hijrahnya dimana ya? .(NMC)

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.