INVENTIF – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mendorong pelaku ekonomi kreatif (ekraf) di Mandalika, Nusa Tenggara Barat memaksimalkan unique selling point produk terutama dalam ekosistem ekonomi digital.
Unique selling point dalam ekosistem ekonomi digital diyakini Sandiaga dapat meningkatkan minat masyarakat membeli sebuah produk dan menarik para investor. Dirinya mengingatkan, dalam membeli sebuah produk ekonomi kreatif para konsumen tentu memperhatikan beberapa hal antara lain harga, keuntungan yang ditawarkan, hingga tingkat popularitas produk.
“Bentuk unique selling point yang ditawarkan bisa berupa pemberian label nama brand,” kata Menparekraf Sandiaga dalam kegiatan “Pitching Wirausaha Digital Mandiri Ekonomi Kreatif (Widuri Ekraf) di Lombok” yang diinisiasi Kemenparekraf/Baparekraf secara hybrid, Rabu (15/6/2022).
Pelaku ekonomi kreatif ucap Sandiaga juga dituntut untuk lebih inovatif, adaptif, berani mengambil risiko, dan memiliki soft skill yang mumpuni. Terlebih pandemi Covid-19 yang sebelumnya menghantam perekonomian dunia, termasuk Indonesia mendorong digitalisasi semakin cepat.
“Pelaku usaha tentu tidak menjadi kaum rebahan, tetapi menjadi agen perubahan dengan mengambil risiko, mindset untuk bisa memulai usaha dan keluar dari zona nyaman serta pelajari segalanya dengan komprehensif. Kemudian soft skill menjadi entrepreneur penting dilakukan, terutama cara atau teknik berkomunikasi, bernegosiasi dan berpromosi sehingga kita bisa mencapai usaha yang terus berkembang,” pesan Menparekraf.
Dalam kesempatan yang sama Sandiaga menyebutkan kontribusi ekonomi kreatif khususnya UMKM dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional telah menembus 60 persen dan akan menuju 65 persen di tahun 2024/2025.
“PDB UMKM sekarang sudah mencapai Rp1.154,4 triliun untuk ekonomi kreatif. Data tersebut menunjukkan tren yang positif. Walaupun mengalami penurunan saat Covid-19,” paparnya.
Kendati menunjukkan tren positif, Sandiaga mewanti-wanti masih ada tantangan yang perlu diselesaikan para pelaku UMKM. Sebanyak 77,3 persen UMKM dikemukakan Sandiaga belum terdigitalisasi, 83,32 persen belum berbadan hukum, 89 persen belum memiliki merek atau brand, dan Hak Kekayaan Intelektual. Kemudian 92,4 persen masih menggunakan modal sendiri atau belum mendapat akses pembiayaan, dan 92,6 persen penghasilannya di bawah Rp1 juta perhari.
“Oleh karenanya, kita dorong ke depan agar produk UMKM kita bisa lebih kreatif, unik, memiliki dampak sosial dan ekonomi, serta memiliki potensi market yang tinggi. Dan jangan lupa digitalisasi sehingga produk-produk UMKM harus masuk ke dalam ekonomi digital dalam konsep Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia,” serunya.
Sandiaga menuturkan tahun ini Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia menargetkan 17,2 juta UMKM unit usaha on boarding di e-commerce dengan target kolaborasi kementerian/lembaga dan BUMN mencapai Rp400 triliun. Diharapkan akhir tahun 2023, 30 juta UMKM bisa masuk ke dalam ekosistem ekonomi digital. (REZA ANDRAFIRDAUS)