INVENTIF – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur menilai wacana pelarangan penjualan rokokeceran akan mematikan pedagang asongan yang mengandalkan penjualan rokok untuk pendapatan mereka dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pasalnya, omzet pedagang pasti akan berkurang karena keuntungan yang didapat dari penjualan rokok berkontribusi signifikan terhadap pemasukan mereka.
“Kalau rokok eceran dilarang, ini kasihan pedagang kecil yang jualan rokok. Yang akan terdampak justru yang kecil. Pendapatan mereka lumayan dari (penjualan) rokok untuk bisa bertahan hidup sehari-hari,” ungkap Ketua Kadin Jatim Adik Dwi Putranto dikutip Rabu (29/12/2022).
Adik menilai hal yang sudah baik diterapkan adalah untuk pedagang tidak menjual rokok di lingkungan dekat sekolah dan tidak menjual kepada anak di bawah umur. Hal ini yang perlu dioptimalkan dan diawasi penegakannya, “Kios kecil ini sudah ada aturan jarak jualannya tidak boleh beberapa meter dari sekolah dan tidak boleh menjual kepada anak di bawah umur. Seharusnya ini sudah cukup, tidak usah sampai mengatur terkait tidak boleh jual rokok eceran, karena belum terbukti efektivitasnya tapi dampaknya terhadap pedagang kecil sudah pasti” ujarnya.
Adik meminta agar pemerintah mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada masyarakat, apalagi di tengah isu krisis dan situasi ekonomi global yang tidak menentu. Jawa Timur sendiri, lanjut Adik, telah menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang positif. Alih-alih menjaga pertumbuhan ekonomi, kebijakan pelarangan penjualan rokok eceran justru akan berdampak pada stabilitas ekonomi, termasuk di Jawa Timur.
“Mestinya pemerintah saat ini mengeluarkan kebijakan yang dapat mendukung masyarakat bertahan di tengah isu krisis. Kita harus memastikan yang kecil-kecil ini agar bisa bertahan. Daya beli msyarakat juga belum pulih. Semua kebijakan ini harus ditinjau ulang dengan mempertimbangkan seluruh aspek apalagi di tengah situasi saat ini,” tegas Adik.
Pelarangan penjualan rokok eceran ini tertuang sebagai usulan dalam rencana revisi Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (PP 109/2012). Adik menjelaskan bahwa ia tidak setuju atas rencana revisi PP tersebut. Ia melihat bahwa PP 109/2012 telah mengatur secara komprehensif dan mengakomodir keseimbangan antara ekosistem pertembakauan dengan kesehatan.
“Saya juga hendak menekankan bahwa PP 109 tidak perlu direvisi dan masih sangat relevan. Aturannya sudah sangat komprehensif, mari fokus pada optimalisasi implementasi peraturan yang ada dan sudah sangat baik sekali. Aturan-aturan ini kalau direvisi tetap dampaknya akan ke pihak-pihak yang kondisinya tengah berusaha untuk bertahan dan pulih. Mereka adalah tulang punggung ekonomi kita” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi juga menyatakan penolakan terhadap usulan revisi PP 109/2012 karena aturan yang berlaku saat ini sudah tegas melarang jual beli rokok kepada anak dibawah 18 tahun. Sementara khusus terkait isu pelarangan penjualan rokok eceran, menurut Benny, aturan ini akan semakin menekan industri hasil tembakau di tengah regulasi yang masif dan eksesif. Benny juga menilai pelarangan ini tidak akan efektif untuk menekan prevalensi perokok anak.
“Rasanya tidak akan efektif karena beberapa anak dapat bergabung untuk membeli sebungkus rokok. Seharusnya yang diperkuat adalah komitmen, pengawasan, dan sanksi,” ujar Benny.
Tak hanya itu, Benny juga melihat aturan ini justru akan memaksa orang dewasa untuk merokok lebih banyak. Padahal beberapa perokok dewasa biasanya hanya menghabiskan 2-3 batang perhari.
“Ini justru akan memaksa orang dewasa yang hanya merokok sehabis makan atau mau ke kamar mandi untuk membeli sebungkus rokok. Padahal mereka biasanya hanya menghabiskan 2-3 batang saja per hari,” tutup Benny.
Penulis : Vinolla.
Leave a Reply