INVENTIF – Keberadaan Rancangan Undang-undang tentang Pendidikan Kedokteran (RUU Dikdok) diyakini akan menghapus Paradigma negatif di masyarakat atas mahalnya biaya pendidikan serta sulitnya lulus dari jurusan kedokteran.
Ketua Panja RUU Pendidikan Kedokteran, Willy Aditya tak memungkiri kemungkinan banyaknya kepentingan yang berupaya untuk mempertahankan sistem kesehatan dan sistem pendidikan kedokteran yang ada saat ini. Menurutnya paradigma yang ada di masyarakat selain mahal, pendidikan kedokteran juga dikenal lama kuliahnya dan sulit untuk lulus.
Legislator NasDem dari Dapil Jawa Timur XI (Bangkalan, Pamekasan, Sumenep, dan Sampang) ini menyebut hal itu karena adanya mekanisme Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD) yang bersifat ujian nasional sebagai satu-satunya syarat kelulusan (final exam) bagi mahasiswa kedokteran.
“Padahal, mereka (mahasiswa kedokteran) telah menyelesaikan seluruh tahapan pembelajaran dan perkuliahan dan telah menyelesaikan ujian tulis dan ujian praktik (ujian co-ass) di fakultasnya. Biaya untuk mengikuti UKMPPD itu tidaklah murah, selain itu bagi mahasiswa yang belum lulus, tetap harus membayar biaya uang semester yang cukup besar di universitasnya, meskipun sudah tidak ada lagi kegiatan pendidikan di kampusnya,” kata Willy dalam keterangan resmi diterima INVENTIF, Senin (26/09/2022) malam.
“Hanya karena jika tidak membayar uang semester, maka mahasiswa tersebut akan dicabut statusnya sebagai mahasiswa dan tidak dapat mengikuti UKMPPD,” lanjutnya.
Terkait RUU tentang Pendidikan Kedokteran (Dikdok) yang sudah disahkan dalam rapat paripurna DPR menjadi RUU hak inisiatif DPR, Willy mengaku telah mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Jokowi pada tanggal 6 September 2022 lalu.
Dalam suratnya. Willy menyebut Mendikbud-Ristek, Nadiem Makarim telah melecehkan dua Lembaga Tinggi Negara, yaitu Lembaga Kepresidenan dan DPR karena tak kunjung mengirimkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Dikdok hingga Sembilan bulan berlalu sejak Rapat Kerja tanggal 14 Februari 2022 lalu.
“Bagi kami, hal ini merupakan pengabaian atas amanat/perintah UU sekaligus merupakan bentuk pelecehan kelembagaan, baik terhadap lembaga DPR maupun Lembaga Kepresidenan,’’ tulis Willy Aditya dalam suratnya kepada Presiden Jokowi itu.
Dalam surat tersebut Willy turut menerangkan, UKMPPD sebagai exit exam itu hanya ada di Indonesia. Tidak ada negara di dunia ini yang menyelenggarakan ujian nasional kelulusan bagi mahasiswa kedokteran. Bahkan Willy menilai UKMPPD merupakan bentuk ketidakpercayaan pemerintah kepada fakultas kedokteran dan akreditasi perguruan tinggi yang telah dilakukan pemerintah.
”Sebagaimana diatur dalam UU Pendidikan Tinggi bahwa merupakan otonomi akademik dari perguruan tinggi dalam hal menetapkan syarat kelulusan, menentukan kelulusan mahasiswa, memberikan ijazah dan gelar, dan mewisuda lulusannya,” jelasnya.
Diakui Willy bukanlah pekerjaan mudah. Banyak kepentingan yang berupaya untuk mempertahankan sistem kesehatan dan sistem pendidikan kedokteran yang ada saat ini. Namun demikian, langkah awal harus segera dimulai, sebagaimana berbagai langkah yang telah dimulai oleh Presiden dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia.
“Sudah terlalu sering kita mendengar bagaimana di wilayah pedalaman yang tidak ada tenaga kesehatan sama sekali. Sudah lama Puskesmas menyampaikan bahwa mereka tidak memiliki dokter spesialis, bahkan dokter umum sekalipun,” pesan Willy.
“Kelebihan RUU Dikdok ini dibandingkan dengan UU Pendidikan Kedokteran yang saat ini berlaku, selain ingin mewujudkan pendidikan kedokteran yang terjangkau dan berkualitas, juga mengatur beberapa terobosan dan langkah perbaikan terkait pendidikan dokter spesialis dan dokter subspesialis yang menjadi profesi “mewah” bagi masyarakat Indonesia, sekaligus mengatur rekrutmen dan pemerataan distribusi tenaga medis yang paling dibutuhkan oleh bangsa ini,” timpalnya.
Willy tak memungkiri materi dalam RUU Dikdok bisa jadi banyak yang perlu dikoreksi atau masih jauh dari sempurna. Namun demikian, itikad untuk memperbaiki dan memajukan bangsa dan negara ini telah sempurna adanya.
“Kami berharap, segala itikad mulia ini tidak menjadi mentah hanya karena tidak terpenuhinya sebuah fatsun politik dari pembantu Presiden atas kewajiban membuat dan menyerahkan DIM RUU Dikdok sebagaimana perintah UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,” tandasnya.
Leave a Reply