INVENTIF – PT Pertamina (Persero) mengklaim berhasil melakukan efisiensi atau penghematan biaya operasional sebesar US$2,2 miliar atau setara dengan Rp32 triliun di tahun kedua pandemi Covid-19.
Capaian ini boleh jadi angina segar bagi Pertamina sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo agar BUMN dapat meningkatkan efisiensi. Triliunan dana dari efisiensi tersebut diperoleh melalui program penghematan biaya (Cost Saving) sebesar Rp20 triliun, penghindaran biaya (Cost Avoidance) sebesar Rp5 triliun serta tambahan pendapatan (Revenue Growth) sekitar Rp7 triliun.
Hebatnya, prestasi tinta emas BUMN sektor energy ini di tahun 2021 di tengah tantangan bisnis atas lonjakkan harga minyak mentah dunia akibat disrupsi rantai pasok dan kondisi pandemi yang masih berlangsung. Terlebih di tahun 2022 muncul dinamika geopolitik yang dipicu konflik Ukraina-Rusia yang mengakibat kenaikan ICP di atas US$100/barrel.
“Dengan efisiensi, kami bisa bertahan di tengah dinamika global yang unpredictable dan mempersembahkan laba bersih Rp29,3 triliun di tahun 2021” terang Heppy Wulansari, Pj. Vice President Corporate Communication Pertamina, Selasa, (21/6/2022).
Di sektor hulu yang menerima windfall profit dari tingginya harga Indonesia Crude Price (ICP), perusahaan pelat merah ini disebutnya mampu melakukan optimasi biaya produksi dan services melalui serangkaian terobosan mulai dari budget tolerance profile, optimasi intervensi sumur, hingga penghematan konsumsi chemical dan penggunaan bahan bakar. Langkah tersebut berbuah penghematan Rp6,2 triliun atau lebih tinggi 10 persen dari target Rp5,6 triliun.
Sementara di proses pengadaan minyak mentah dan produk, Pertamina menerapkan optimasi biaya pengadaan Medium Crude melalui aktivitas blending Heavy & Light Crude, Renegosiasi alpha, advance procurement, pembelian distress cargo, co-load delivery, dan extensive delivery date range, dan optimasi portofolio impor LPG (Multisource, Direct Sourcing dan Trading Swap). Menurut Heppy, meski rumit tapi jurus ini mampu memberikan hasil ciamik dengan menekan biaya hingga Rp2,8 triliun.
Di sektor pengangkutan dan distribusi energi, optimasi biaya juga menuai ganjaran positif sebesar Rp4,1 triliun dengan sejumlah trik, diantaranya perubahan pola suplai crude dan produk, perubahan rute dan jenis kapal, optimasi bunker, optimasi pola supply logistic serta optimasi biaya distribusi, handling dan storage dan renegosiasi tarif alur pelayaran, renegosiasi tanker charter rate, dan lain-lain.
Tak hanya itu, di sektor belanja pengadaan dan perawatan non hydro, Pertamina mampu membukukan penghematan biaya sebesar Rp3,4 triliun dengan metode sentralisasi pengadaan, renegosiasi kontrak jangka panjang dan penurunan konsumsi barang/jasa. Pertamina juga melakukan penyempurnaan program pemeliharaan melalui peningkatan TKDN dan reprioritasi aktivitas pemeliharaan peralatan kilang, preventive maintenance mobil tanki dan prioritasi tank cleaning serta penyempurnaan program Docking Panel
Belum cukup, optimalisasi biaya juga dilakukan secara masif untuk pengeluaran keuangan, umum dan administrasi. Hasil diperoleh dari sektor pendukung ini mampu memberikan penghematan senilai Rp2,5 triliun. (REZA ANDRARIFDAUS)
Leave a Reply