Pasca Lebaran 2025, 50 Ribu Buruh Bakal Kena Gelombang PHK

0

INVENTIF – Sektor ketenagakerjaan di Indonesia kembali diguncang kabar tak sedap usai libur Lebaran 2025 lantaran tengah memasuki gelombang kedua Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal, dengan estimasi 50 ribu buruh akan terdampak dalam tiga bulan ke depan.

Penyebab utama kondisi ini adalah kebijakan tarif baru yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Diungkapkan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh KSPI, Said Iqbal, sejak awal tahun hingga Maret 2025, sudah ada sekitar 60 ribu buruh di lebih dari 50 perusahaan yang terkena PHK, termasuk dari industri tekstil ternama seperti Sritex, yang hingga kini belum membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada para buruhnya.

“Pasca Lebaran, kondisi buruh semakin memprihatinkan. Tidak hanya kehilangan pekerjaan, banyak di antara mereka tidak mendapatkan THR maupun pesangon. Ini pelanggaran nyata terhadap hak-hak dasar pekerja,” tegas Said Iqbal, Senin (8/4).

Gelombang PHK gelombang kedua ini dipicu kenaikan tarif impor barang dari Indonesia ke AS sebesar 32 persen yang mulai diberlakukan pada 9 April 2025.

Kebijakan ini membuat produk ekspor Indonesia menjadi jauh lebih mahal di pasar Amerika, sehingga permintaan menurun drastis. Perusahaan pun merespons dengan mengurangi produksi, melakukan efisiensi, bahkan mempertimbangkan penutupan operasional.

Industri yang paling rentan terkena dampak gelombang PHK kali ini adalah:

  • Tekstil dan garmen
  • Sepatu dan alas kaki
  • Elektronik
  • Makanan dan minuman berorientasi ekspor
  • Perkebunan kelapa sawit dan karet
  • Pertambangan

Investor asing yang selama ini menjadi tulang punggung sektor ekspor, khususnya dari Taiwan, Korea, dan Hongkong, disebut mulai mempertimbangkan untuk relokasi ke negara lain seperti Bangladesh, India, atau Sri Lanka yang tidak terkena kebijakan tarif tinggi dari AS.

Namun, menurut KSPI, tidak semua akan hengkang. Beberapa investor asing disebut akan tetap bertahan di Indonesia, namun memproduksi untuk brand negara lain yang tidak terdampak tarif.

Said Iqbal juga mengkritik minimnya langkah konkret dari pemerintah dalam merespons situasi ini. Tidak ada strategi nasional, kebijakan darurat, atau perlindungan bagi buruh dan industri terdampak. Padahal, sejumlah serikat pekerja di berbagai perusahaan sudah mulai dipanggil untuk perundingan terkait rencana PHK, meski belum ada kejelasan teknis.

“Jika tidak ada tindakan cepat, gelombang PHK ini akan terus meluas. Pemerintah harus bertindak proaktif, bukan hanya menunggu laporan masuk,” tegasnya.

KSPI dan Partai Buruh pun mendorong pembentukan Satuan Tugas (Satgas) PHK untuk mengantisipasi lonjakan PHK, memastikan hak buruh terpenuhi, dan memberikan rekomendasi kebijakan, termasuk dorongan agar pemerintah melakukan renegosiasi dagang dengan AS.

Salah satu opsi yang diajukan KSPI adalah mengganti bahan baku dari yang selama ini berasal dari China atau Brasil, ke produk asal Amerika Serikat, seperti kapas. Dengan begitu, beban tarif bisa dikurangi karena AS lebih bersedia memberikan pengecualian jika bahan baku berasal dari dalam negeri mereka.

Dalam kunjungan ke Brebes bersama Kapolri, KSPI juga mencatat bahwa industri sepatu yang dikelola investor Taiwan dan Hongkong mengalami tekanan besar. Sementara Vietnam, yang tarifnya naik lebih tinggi hingga 46 persen mulai menurunkan produksi dan mengalihkan order ke Indonesia.

Peluang ini seharusnya bisa dimanfaatkan pemerintah dengan memberikan insentif dan perlindungan kepada industri lokal.

Namun demikian, KSPI mengingatkan potensi bahaya lain: banjir produk murah dari China. Saat China kehilangan pasar ekspor ke AS, Indonesia dikhawatirkan menjadi target pasar produk-produk murah mereka.

“Kalau ini dibiarkan, industri dalam negeri akan mati, pasar lokal dikuasai barang impor murah, dan PHK tak akan terhindarkan,” ucap Iqbal.

Untuk itu, KSPI mendesak pemerintah mencabut segera Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2023, yang dinilai terlalu longgar dalam pengendalian impor. Jika regulasi tidak diperketat, maka krisis ketenagakerjaan hanya akan makin dalam dan meluas.

Di tengah ketidakpastian ini, buruh hanya bisa menunggu sambil terus mengandalkan serikat pekerja untuk memperjuangkan hak-hak mereka.

Gelombang PHK kedua diprediksi akan menjadi badai baru yang menguji ketahanan ekonomi Indonesia di tengah tensi dagang global yang meningkat.

“Jika pemerintah tetap lambat, bukan hanya 50 ribu, tapi ratusan ribu buruh akan kehilangan pekerjaan dalam waktu dekat,” tutup Iqbal.

KSPI dan Partai Buruh pun menyerukan agar isu ini segera menjadi prioritas nasional dan meminta Presiden serta DPR turun tangan langsung sebelum situasi menjadi tidak terkendali. (RNZ)

Leave A Reply

Your email address will not be published.