Gus Irfan dan Harapan di Kampus UNP, Menapak Jejak Haji Masa Depan
INVENTIF – Angin Padang berhembus pelan, menyentuh lembut jendela-jendela Auditorium Universitas Negeri Padang (UNP). Di tengah ruang ilmiah itu, suara Gus Irfan, sapaan akrab Mochamad Irfan Yusuf, Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) mengalun tegas namun mengandung harapan.
Ia bukan hanya datang membawa kuliah umum, tetapi juga sebuah warta: masa depan penyelenggaraan ibadah haji Indonesia tengah ditata ulang, dan kampus sebagai benteng ilmu dan moral diminta turut hadir, bukan sekadar menonton dari kejauhan.
“Transformasi ini bukan pekerjaan satu lembaga, tapi gotong royong lintas batas,” ujar Gus Irfan.
Matanya menyapu para mahasiswa dan dosen yang mendengarkan dengan khidmat. Tema yang diangkat bukan main-main, Kebijakan Penyelenggaraan Haji dan Kontribusi Perguruan Tinggi.
Di hadapan sivitas akademika, ia menyinggung ihwal pengesahan RUU Haji yang menjadi kunci awal agar proses penyelenggaraan ibadah haji 1447 H/2026 M bisa sesuai dengan alur waktu Pemerintah Arab Saudi. “Agustus, kita sudah harus mulai berkontrak,” ucapnya. Nada suaranya datar, namun menggugah, seolah waktu bukan sekadar bilangan, tapi amanah yang mendesak untuk ditunaikan.
Ia menjelaskan bahwa koordinasi intens dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi terus dilakukan. Tak hanya soal visa dan logistik, tapi juga tentang kepatuhan pada garis waktu yang ketat dan sistematis.
“Tak boleh lagi ada yang terlambat, tak boleh ada yang tertinggal,” katanya—seperti mengutip suara waktu yang terus berdetak tanpa belas kasihan.
Tapi pidato itu tak melulu soal jadwal dan regulasi. Di sela-selanya, terselip harapan dan ajakan. Gus Irfan membentangkan mimpi tentang peran kampus dalam mendukung layanan haji. Dari riset, pelatihan, hingga inovasi pelayanan—semuanya bisa dan harus dimulai dari ruang-ruang akademik.
“Kami berharap UNP dan perguruan tinggi lainnya ikut serta. Bayangkan, jika rasa rendang dari tanah Minang bisa dibawa ke tanah suci. Tak lagi kari yang menyamar sebagai rendang, tapi benar-benar rendang yang merasuki raga dan ingatan para jemaah,” ujarnya disambut senyum dan tepuk tangan.
Ia menyebut pengalaman kolaboratif dengan IPB dalam mengembangkan pendekatan ekonomi haji, dan berharap UNP bisa melakukan hal serupa, terutama dalam memberdayakan UMKM lokal yang kaya rasa dan budaya.
Di akhir kuliah, Gus Irfan tidak sekadar berpamitan, tapi meninggalkan benih: semangat kolaborasi dan tekad membangun peradaban haji yang lebih bermartabat.
Dan Padang, pada hari itu, menjadi saksi bahwa ziarah ke Baitullah bisa dimulai dari ruang kuliah—dengan ilmu, cinta, dan cita. (BB)