CCE 3.0 Goto Impact Foundation Siap Dukung Inovasi Lokal Di Empat  Kota

0

INVENTIF – GoTo Impact Foundation (GIF), organisasi penggerak dampak yang didirikan oleh PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk atau GoTo, meluncurkan program Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE) 3.0 dengan tema #LokalBerdaya. Memasuki tahun ketiga, GIF melalui CCE akan berinovasi bersama para changemakers dan komunitas lokal untuk memberdayakan masyarakat di Belitung, Lombok Tengah, Magelang, dan Malang, agar terus bertumbuh, dan mampu menyelesaikan masalah sosial, lingkungan, dan ekonomi secara mandiri. 

Setelah tiga tahun bergerak bersama 80 changemakers dan 50 mitra, CCE telah menghasilkan 18 inovasi di Bandar Lampung, Semarang, Makassar, Bali, Labuan Bajo, dan Danau Toba. Dari perjalanan ini, GIF mengidentifikasi tiga pembelajaran penting, yaitu permasalahan kompleks tidak bisa diselesaikan oleh satu organisasi saja, tidak bisa dituntaskan dengan pendekatan yang bersifat general tanpa penyesuaian dengan konteks lokal, dan tidak cukup jika hanya menyasar satu sektor. 

Chairperson GoTo Impact Foundation Monica Oudang mengatakan CCE terus berevolusi dan membuat terobosan baru, yaitu untuk berkreasi bersama pihak multisektor, menyusun solusi sesuai konteks lokal, dan menciptakan dampak multidimensional yang berkelanjutan di Indonesia.

”GIF menginisiasi CCE sebagai katalis untuk mengakselerasi dampak yang berkelanjutan dalam skala yang lebih besar di Indonesia. Melalui CCE, kami terus menyempurnakan pendekatan innovation ecosystem, sebuah upaya yang menjunjung gotong royong guna mendorong lahirnya inovasi. Ini lebih dari sekadar kolaborasi, namun juga menggabungkan kekuatan untuk berkreasi bersama”, jelas Monica dalam peluncuran CCE 3.0 secara daring melalui aplikasi Zoom pada Kamis, 21 Maret 2024..

Dia melanjutkan, tercetusnya program CCE untuk setiap daerah berawal dari keinginan GoTo untuk menyatukan berbagai entitas rintisan atau startup, organisasi nirlaba, dan pembuat dampak lainnya dalam penanganan masalah sosial, lingkungan, dan ekonomi. Para penggerak mengajak masyarakat setempat untuk membangun daerah. Kegiatan yang digelar juga disesuaikan dengan kebutuhan dan masalah di masing-masing lokasi.

“Kesuksesan bagi kami bukan hanya diukur dari kemampuan kolektif, atau banyaknya inovasi yang dihasilkan, melainkan ketika masyarakat lokal bisa berdaya dan mampu untuk melakukan perubahan. Untuk itu, lewat CCE 3.0 kami berusaha membangun sistem melalui perubahan pola pikir dan perilaku, memecahkan masalah secara holistik, dan memastikan adanya manfaat ekonomi bagi setiap pihak yang terlibat, termasuk masyarakat lokal,” tambah Monica.

Dia juga menjelaskan, melalui rangkaian kegiatan CCE 3.0, GIF memperluas jaringan, mulai dari memperluas keberagaman changemakers, sampai melibatkan individu, seperti mahasiswa dan aktivis yang optimistis untuk ikut memecahkan permasalahan sosial, ekonomi, lingkungan di Indonesia.

“Kami mengajak startup, wirausaha, organisasi nirlaba, dan akademisi, bukan hanya untuk memberikan dampak, namun untuk tumbuh bersama. Kita mungkin bagian dari masalah, tapi kita juga bisa jadi bagian dari solusi, mari bergerak, berdampak, bersama” ungkap Monica.

Tahun ini, CCE berkolaborasi dengan Bappenas RI dan Kemenparekraf RI yang telah terlibat sejak CCE gelombang pertama dan kedua. CCE memfokuskan pemilihan empat lokasi berdasarkan prioritas pemerintah, urgensi permasalahan, hingga ketersediaan infrastruktur dan changemakers, di antaranya: Belitung, Bangka Belitung dengan prioritas pada transisi dari sumber mata pencaharian yang bersifat eksploitatif ke sumber penghasilan yang berkelanjutan dan bisa membangun ketahanan pangan berkualitas

Selanjutnya Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat dengan prioritas pentingnya peningkatan kualitas SDM untuk mendorong pemerataan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Magelang, Jawa Tengah dengan prioritas pada pemerataan ekonomi yang dibutuhkan untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem. Dan Malang, Jawa Timur dengan prioritas pada optimalisasi rantai pasok antar sektor agar bisa mendorong laju pertumbuhan ekonomi sekaligus beradaptasi terhadap perubahan iklim

Hadir pada kegiatan peluncuran CCE 3.0, Angela Tanoesoedibjo, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, menyatakan, “Masyarakat setempat berada di garis depan pengelolaan dan pemanfaatan kawasan wisata. Kami sangat berharap bahwa solusi yang dihadirkan para changemakers bisa benar-benar membangun kemandirian masyarakat sehingga masyarakat bukan hanya berperan sebagai penerima manfaat, tapi sebagai salah satu aktor utama yang dapat mendorong pengelolaan kawasan wisata yang berkelanjutan”.

Dalam kesempatan yang sama Bahjuri Ali, selaku Staf Ahli Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan selaku Kepala Sekretariat Nasional Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) / Sustainable Development Goals (TPB/SDGs), Kementerian PPN/ Bappenas RI, menyatakan, Kehadiran para changemakers diharapkan bisa menghadirkan berbagai inovasi yang diterapkan langsung di lapangan untuk mengatasi berbagai permasalahan kompleks, serta berkontribusi terhadap capaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030.

Gita Syahrani selaku Dewan Pengurus Koalisi Ekonomi Membumi yang hadir pada konferensi pers menyampaikan dukungannya pada CCE 3.0, agar memberikan solusi berdampak, maka diperlukan proses perumusan yang baik. Titik awal proses ini dimulai dari mendengarkan dan berempati pada kegelisahan dan mimpi para aktor kunci agar bisa memetakan masalah, peluang, dan tujuan bersama.

“Pelibatan berbagai pihak lintas keahlian dan latar belakang baik pemerintah, pelaku usaha dan mitra pembangunan untuk bergotong royong mencapai tujuan bersama jadi langkah kunci berikutnya agar solusi yang ditawarkan tepat sasaran dan bisa diterapkan secara berkelanjutan,” imbuhnya.

Pembelajaran dari CCE sebelumnya pun turut dipertegas oleh Ranitya Nurlita, Perwakilan Konsorsium Bali Sukla, Changemakers CCE 2.0, beberapa startup dan organisasi nirlaba bergabung dalam satu konsorsium, menyatukan sumber daya, dan menggandeng pemangku kepentingan lain untuk menyelesaikan masalah sampah di Besakih.

“Sebelum mengimplementasikan sistem pengelolaan sampah, kami dibantu untuk menyusun strategi solusi di CCLab, sehingga kami bisa menggabungkan pengelolaan sampah secara konvensional dan nonkonvensional dalam bentuk integrasi data terkini, pendekatan masyarakat melalui edukasi, serta teknologi yang disesuaikan dengan budaya lokal,” tutup Ranitya.

Leave A Reply

Your email address will not be published.